Namun, sorotan tertuju pada sikap diam Cindy Wurangian, anggota DPRD Sulut dari Dapil Bitung-Minahasa Utara (Minut). Padahal, persoalan yang dibahas menyangkut langsung wilayah dan masyarakat yang diwakilinya. Ketua Fraksi Golkar ini hanya diminta membacakan hasil rekomendasi RDP oleh Ketua Komisi IV DPRD Sulut, Vonny Paat, tanpa memberikan pendapat atau respons substansial terkait isu krusial ini.
Wakil Ketua DPRD Sulut, Stella Runtuwene (Dapil Minahasa Selatan-Minahasa Tenggara), menegaskan bahwa RDP ini harus menghasilkan solusi nyata. Ia menyoroti pencemaran lingkungan yang dilaporkan warga, termasuk bau menyengat dan perubahan warna aliran sungai yang diduga disebabkan oleh aktivitas PT FUTAI.
"Kalau masyarakat datang mengadu, pasti ada yang salah. Tidak mungkin mereka datang kalau tidak terjadi pencemaran. Baunya terlalu tajam, sungainya hitam. PT FUTAI harus melakukan pembenahan," ujar Stella dengan nada serius.
Runtuwene juga memperingatkan dampak limbah yang dibuang ke laut, yang berisiko mencemari sumber makanan masyarakat luas. "Sulut ini ambil ikan dari laut yang sama. Kalau lautnya tercemar, berarti kita makan ikan yang tercemar juga," tegasnya, menggambarkan kekhawatiran akan kesehatan masyarakat.
Stella berharap PT FUTAI segera memperbaiki sistem pengelolaan limbah agar tidak lagi menimbulkan keresahan masyarakat. Ia menekankan pentingnya tindakan nyata dari perusahaan untuk mengatasi masalah pencemaran ini.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Cindy Wurangian terkait sikap diamnya dalam RDP tersebut. Masyarakat Tanjung Merah berharap agar seluruh wakil rakyat, tanpa terkecuali, dapat bersuara dan memperjuangkan hak-hak mereka atas lingkungan yang bersih dan sehat. (Mars)
