Sulut1news.com, Manado – Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Ratatotok, Sulawesi Utara, terus menjadi tantangan serius yang mengguncang tatanan sosial, ekonomi, dan lingkungan di wilayah tersebut. Gubernur Sulawesi Utara, Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus, melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara, Feibe Rondonuwu, mengungkapkan bahwa masalah PETI bukan sekadar pelanggaran hukum atau kerusakan lingkungan, melainkan juga mencerminkan kerumitan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Pernyataan ini disampaikan melalui pesan WhatsApp pada Minggu (19/10/2025).
“PETI di Ratatotok adalah masalah yang sangat kompleks. Ini bukan hanya soal hukum atau lingkungan, tetapi juga menyangkut mata pencaharian masyarakat, tradisi turun-temurun, tata kelola pemerintahan, penegakan hukum yang inkonsisten, serta keterbatasan sumber daya,” ujar Rondonuwu dengan nada tegas.
Menurut Rondonuwu, ada beberapa faktor utama yang membuat penanganan PETI di Ratatotok sulit dilakukan:
- Perekonomian Rakyat: Bagi banyak warga, pertambangan emas ilegal menjadi sumber penghasilan utama karena dianggap cepat dan mudah, terutama di tengah minimnya alternatif ekonomi.
- Tradisi Turun-Temurun: Aktivitas pertambangan emas telah mengakar dalam budaya masyarakat setempat selama beberapa generasi, menjadikannya bagian dari identitas dan kehidupan sehari-hari.
- Tata Kelola Pemerintahan yang Lemah: Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hulu Kawasan Rawan dan Strategis (HKRMS) yang dikelola Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) dinilai tidak berfungsi secara efektif.
- Penegakan Hukum yang Tebang Pilih: Upaya penegakan hukum oleh aparat penegak hukum (APH) masih dinilai tidak konsisten, sehingga mempersulit pemberantasan PETI.
Untuk mengatasi masalah ini, Rondonuwu menekankan perlunya pendekatan multi-sektoral yang mencakup aspek hukum, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Salah satu solusi yang diusulkan adalah menciptakan alternatif ekonomi bagi masyarakat lokal agar mereka tidak lagi bergantung pada pertambangan ilegal.
“Komitmen politik yang kuat dari pimpinan daerah menjadi kunci. Kami mendorong pengelolaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) berbasis koperasi untuk memberikan kepastian hukum sekaligus kesejahteraan bagi masyarakat,” ungkap Rondonuwu.
Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Utara juga mengusulkan langkah konkret, seperti mempercepat implementasi program WPR dan IPR melalui penerbitan regulasi yang jelas dan pembentukan struktur organisasi yang mendukung pengelolaan pertambangan rakyat.
Dengan pendekatan yang terintegrasi dan kolaborasi lintas sektoral, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara optimistis bahwa masalah PETI di Ratatotok dapat diselesaikan secara berkelanjutan. Tujuannya adalah menciptakan keseimbangan antara pelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan penegakan hukum yang adil.
“Langkah ini bukan hanya untuk menghentikan PETI, tetapi juga untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Ratatotok,” tutup Rondonuwu.
(ELVIS)