Sulut1news.com, Jakarta, 6 April 2025 — Indonesia terancam dilanda badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam skala besar, menyusul kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menaikkan tarif impor hingga 32% terhadap sejumlah produk yang masuk ke Negeri Paman Sam, termasuk dari Indonesia. Kebijakan ini mulai berlaku pada 9 April 2025 dan diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap industri nasional yang berorientasi ekspor ke pasar AS.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengungkapkan bahwa sebelum Lebaran, pihaknya telah menemukan sejumlah perusahaan yang berada dalam kondisi tidak stabil dan tengah mencari cara untuk menghindari PHK. Namun, dengan diterapkannya tarif impor baru dari AS, situasi perusahaan-perusahaan tersebut diprediksi akan semakin memburuk.
“Dalam kalkulasi sementara dari Litbang KSPI dan Partai Buruh, diperkirakan akan ada tambahan 50 ribu buruh yang terkena PHK dalam tiga bulan pertama sejak kebijakan ini diberlakukan,” ujar Said Iqbal dalam keterangan resminya, Minggu (6/4).
Iqbal menjelaskan, lonjakan tarif impor membuat harga produk Indonesia menjadi tidak kompetitif di pasar Amerika. Penurunan permintaan mengharuskan perusahaan melakukan efisiensi, termasuk pengurangan produksi dan tenaga kerja. Bahkan, beberapa perusahaan disebut sudah mempertimbangkan untuk menutup operasional sepenuhnya.
Industri yang paling berisiko terkena dampak mencakup sektor tekstil, garmen, alas kaki, elektronik, serta makanan dan minuman, terutama yang berorientasi ekspor ke AS. Industri lain seperti minyak sawit, perkebunan karet, dan pertambangan juga masuk dalam daftar yang berpotensi terdampak.
“Sebagian besar perusahaan ini merupakan milik investor asing. Jika iklim bisnis tidak lagi menguntungkan, mereka bisa dengan mudah memindahkan operasinya ke negara lain seperti Bangladesh, India, atau Sri Lanka, yang tidak terkena tarif AS,” imbuh Iqbal.
Di tingkat perusahaan, sejumlah serikat pekerja telah diajak berdiskusi oleh pihak manajemen terkait rencana PHK, namun hingga kini belum ada kejelasan mengenai jumlah karyawan yang akan terdampak maupun pemenuhan hak-hak mereka.
Lebih jauh, KSPI menyayangkan tidak adanya langkah konkret dari pemerintah dalam merespons kebijakan tarif AS tersebut. Hingga saat ini, belum terlihat strategi nasional yang disiapkan untuk menghadapi potensi pengurangan produksi, penutupan perusahaan, atau PHK massal.
Iqbal juga memperingatkan agar Indonesia tidak menjadi target limpahan pasar dari negara-negara lain, khususnya China. “Ketika China kehilangan pasar ekspornya ke Amerika, bukan tidak mungkin produk-produk mereka yang murah akan membanjiri Indonesia. Ini akan memukul industri lokal dan memperparah gelombang PHK,” tegasnya.
Sebagai langkah pencegahan, KSPI mendesak pemerintah segera mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2023 yang dianggap membuka keran impor terlalu lebar. “Jika regulasi ini tetap diberlakukan, pasar dalam negeri akan dibanjiri produk murah, dan industri nasional akan semakin terdesak,” pungkas Iqbal.
Situasi ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret guna melindungi industri dalam negeri serta menjamin keberlangsungan lapangan kerja jutaan buruh di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Redaksi Sulut1News
0 Komentar