Sulut1news.com, Bolmong – Suasana penuh semangat dan warna-warni memenuhi Kabupaten Bolaang Mongondow pada Jumat (28/03/2025), saat Gubernur Sulawesi Utara, Mayjen (Purn) Yulius Selvanus, SE, bersama Ketua TP-PKK Sulut, Anik Wandriani, menghadiri acara pelepasan ogoh-ogoh. Tradisi khas Bali ini menjadi bagian dari perayaan menjelang Hari Raya Nyepi yang digelar oleh komunitas Hindu Bali di wilayah tersebut. Turut hadir pula sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, menambah kemeriahan acara yang sarat makna budaya ini.
Pawai ogoh-ogoh, yang diakhiri dengan pembakaran simbolis patung-patung raksasa, bukan sekadar atraksi visual. Dalam budaya Bali, tradisi ini memiliki makna spiritual mendalam sebagai ritual pembersihan diri dan lingkungan dari energi negatif, sekaligus menyambut tahun baru Saka dengan harapan kehidupan yang lebih harmonis. Ribuan warga, baik dari komunitas Hindu Bali maupun masyarakat lokal, turut menyaksikan prosesi yang memadukan seni, tradisi, dan kebersamaan ini.
Momen istimewa bagi Gubernur Yulius terjadi ketika ia pertama kali mengenakan udeng, ikat kepala tradisional Bali, yang dikenakan oleh masyarakat setempat sebagai tanda penghormatan. “Ini pengalaman pertama saya memakai udeng, padahal saya punya rumah di Denpasar. Suatu kehormatan besar bagi saya dan istri bisa ikut merasakan kehangatan budaya ini,” ungkap Gubernur Yulius dengan senyum bangga. Kehadirannya tak hanya menjadi simbol dukungan, tetapi juga cerminan harmoni keberagaman di Sulawesi Utara.
Jejak Sejarah Komunitas Hindu Bali di Bolmong
Keberadaan komunitas Hindu Bali di Bolaang Mongondow tak lepas dari perjalanan sejarah yang dimulai pada tahun 1963. Saat itu, erupsi dahsyat Gunung Agung di Bali memaksa ribuan warga kehilangan tempat tinggal. Melalui program transmigrasi pemerintah, sebanyak 1.352 warga Bali—terutama dari wilayah Karangasem, Buleleng, Badung, dan Bangli—ditempatkan di lembah Dumoga, Bolaang Mongondow. Dengan tangan kosong, mereka mengubah hutan belantara menjadi lahan pertanian subur dan mendirikan Desa Werdhi Agung sebagai permukiman pertama.
Desa Werdhi Agung kini telah berkembang menjadi pusat komunitas Hindu Bali di Sulawesi Utara. Tradisi leluhur seperti perayaan Galungan, Kuningan, dan Nyepi terus dijaga dengan penuh dedikasi. Pawai ogoh-ogoh, yang menjadi sorotan tahunan, bukan hanya wujud pelestarian budaya, tetapi juga jembatan persaudaraan dengan masyarakat lokal yang mayoritas berbeda agama.
“Kami ingin tradisi ini tetap hidup, sekaligus mempererat tali silaturahmi dengan warga sekitar,” ujar salah seorang tokoh komunitas.
Dukungan Pemprov Sulut untuk Keberagaman
Kunjungan Gubernur Yulius dan rombongan ke acara ini menjadi bukti nyata komitmen Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam mendukung keberagaman budaya. Sulawesi Utara, yang dikenal dengan semboyan “Torang Samua Basudara” (Kita Semua Bersaudara), kembali menunjukkan bahwa perbedaan budaya dan agama justru menjadi kekuatan yang mempersatukan.
Acara pelepasan ogoh-ogoh ini pun menjadi pengingat bahwa warisan budaya, meski jauh dari tanah asalnya, tetap bisa berkembang dan diterima di tengah masyarakat baru. Dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah, komunitas Hindu Bali di Bolaang Mongondow optimistis dapat terus melestarikan identitas mereka sembari berkontribusi pada kehidupan sosial di Sulawesi Utara.
Pawai ogoh-ogoh tahun ini pun ditutup dengan sorak sorai warga saat kobaran api melahap patung-patung raksasa, menandakan akhir dari sebuah siklus dan awal dari harapan baru. Sebuah pemandangan yang tak hanya memukau mata, tetapi juga menyentuh hati.
(EL)
0 Komentar