Penerimaan Pajak Anjlok, Coretax dan Danantara Jadi Sorotan di Rapat DPD

Sulut1news.com, Jakarta – Rapat kerja antara Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang awalnya terbuka untuk umum tiba-tiba berlangsung secara tertutup. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat biasanya rapat semacam ini dilakukan secara transparan.

Anggota Komite IV DPD RI, Elviana, mengungkapkan bahwa rapat tersebut membahas berbagai isu strategis, termasuk pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, efisiensi anggaran, program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta permasalahan implementasi sistem perpajakan Coretax.

Coretax Jadi Sorotan, Sri Mulyani Enggan Berkomentar?

Salah satu topik yang menjadi perhatian adalah sistem Coretax yang diterapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak 1 Januari 2025. Ketua Komite IV DPD RI, Ahmad Nawardi, dalam pemaparan awalnya menyoroti dugaan dampak buruk sistem ini terhadap penerimaan negara.

"Setahu saya, tidak ada respons dari Ibu Menteri terkait pertanyaan mengenai Coretax," ujar Elviana kepada wartawan di sela-sela rapat di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Nawardi mengungkapkan bahwa akibat permasalahan teknis pada Coretax, DJP hanya mampu mengumpulkan 20 juta faktur pajak pada Januari 2025, jauh lebih rendah dibandingkan 60 juta faktur pajak pada periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini berimplikasi pada turunnya penerimaan pajak secara drastis.

"Penerimaan pajak yang terkumpul baru Rp 50 triliun, padahal tahun lalu di periode yang sama mencapai Rp 172 triliun," tegas Nawardi.

Ia pun menekankan bahwa penurunan drastis ini dapat mengguncang keuangan negara, terutama dalam dua bulan pertama tahun ini, mengingat sumber anggaran negara masih bergantung pada sisa anggaran tahun 2024 sebesar Rp 45,4 triliun.

Danantara dan Dampaknya terhadap Penerimaan Negara

Selain Coretax, Nawardi juga menyinggung kehadiran Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, yang akan segera diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, keberadaan Danantara akan mengubah mekanisme penerimaan negara dari dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sebelumnya, dividen dari 65 BUMN langsung masuk ke kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan target Rp 90 triliun pada 2025, meningkat dari Rp 85,5 triliun pada 2024. Namun, dengan adanya Danantara, dana tersebut akan terlebih dahulu dikelola oleh badan tersebut sebelum masuk ke kas negara.

"Dividen yang sebelumnya langsung masuk sebagai PNBP kini akan dikelola sebagai investasi, yang berarti penerimaan negara dari BUMN bisa tertunda atau bahkan berkurang," jelas Nawardi.

Efisiensi Anggaran dan Instruksi Presiden

Dalam rapat tersebut, Nawardi juga membahas kebijakan efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 serta Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Pemangkasan anggaran ini berpotensi mempengaruhi berbagai program pemerintah yang telah dirancang sebelumnya.

Seusai Nawardi menyampaikan berbagai isu tersebut, rapat yang awalnya terbuka tiba-tiba berubah menjadi tertutup. Hal ini semakin memunculkan tanda tanya besar terkait transparansi pemerintah dalam menghadapi tantangan fiskal yang sedang terjadi.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai alasan rapat tersebut ditutup secara mendadak.

Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar? Apakah pemerintah sedang menghadapi tekanan fiskal yang lebih besar dari yang diperkirakan?

Sulut1news.com akan terus mengikuti perkembangan isu ini dan memberikan informasi terbaru untuk Anda.

Redaksi | Sulut1news.com 

Posting Komentar

0 Komentar