Sulut1news.com, Manado — Pesan legendaris dari salah satu pendiri Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), Ds. Albertus Zacharias Roentoerambi Wenas, kembali menggema di tengah skandal besar yang mengguncang hubungan gereja dan pemerintah di Sulawesi Utara.
“Tanah dan Bangsa Minahasa adalah ciptaan dan anugerah Tuhan. Agama/Gereja di Minahasa harus menjalankan misinya lepas dari pengaruh negara, sambil melaksanakan kesaksian kenabiannya melalui perbuatan yang nyata dengan mencerdaskan manusia, menolong orang yang sakit dan mengangkat derajat kesejahteraan Bangsa Minahasa.”
Namun, realitas pahit yang kini mencuat ke publik justru bertolak belakang dengan pesan luhur tersebut. Dugaan kuat bahwa GMIM telah terkooptasi dalam kepentingan politik praktis kini menyeruak ke permukaan, menyusul terbongkarnya kasus dugaan korupsi dana hibah oleh Polda Sulawesi Utara.
Kronologi Dana Hibah GMIM
Kasus ini bermula pada tahun 2020, ketika Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara di bawah kepemimpinan Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw mengucurkan dana hibah sebesar lebih dari Rp 20 miliar kepada Sinode GMIM. Dana yang semula bertujuan mulia — mendukung pelayanan, pendidikan, kesehatan, hingga pembangunan rumah ibadah — kini menjadi sumber malapetaka.
Penyelidikan yang dilakukan Polda Sulut mengindikasikan adanya penyimpangan dana negara dalam proses penyalurannya. Pada 7 April 2025, Kompas TV Manado melaporkan bahwa lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka setelah pemeriksaan terhadap 84 saksi, termasuk dari unsur Pemprov, Sinode GMIM, UKIT, serta kelompok masyarakat.
Lima Tersangka dan Dugaan Penyimpangan
Kelima tersangka yang telah diumumkan adalah:
- JRK (Jeffry R. Korengkeng)
- AGK (Asiano Gammi Kawatu)
- FK (Fereydi Kaligis)
- SK (Steve Kepel)
- HA (Hein Arina), Ketua Sinode GMIM
Empat tersangka dalam kasus ini, yakni JRK dan SK, telah lebih dulu ditahan dan kini mengenakan rompi oranye khas tahanan Polda Sulut. Hari ini, dua nama lainnya—SK dan AGK—menyusul ditahan usai menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik.
Menurut Polda, penyaluran dana dilakukan dengan cara melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 8.967.684.405 berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Praktik ini dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Mengingat Kembali Akar Spiritualitas Gereja
Tragedi ini menjadi pengingat pahit akan pentingnya menjaga independensi gereja dari pengaruh politik praktis. Seperti pesan A.Z.R. Wenas, gereja seharusnya berdiri teguh pada misi kenabiannya, bukan menjadi alat kepentingan segelintir elite.
“Kateuwan intow tanu rukut maweles” — hidup manusia seperti rumput, akan layu. Sebelum waktu itu tiba, marilah hidup saling melayani seperti pesan Sam Ratulangi: "Sitou Timou Tumou Tou", manusia hidup untuk memanusiakan sesama.
Catatan Redaksi Sulut1news.com
0 Komentar