Sulut1news.com, Manado - Elektabilitas Calon Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Elly Engelbert Lasut (E2L), yang pada awalnya unggul dalam berbagai survei, kini mengalami penurunan signifikan.
Berdasarkan data dari sejumlah lembaga survei kredibel, tren elektabilitas E2L menurun drastis, memunculkan pertanyaan mengenai kinerja dan efektivitas kepemimpinannya, terutama di Kabupaten Kepulauan Talaud yang selama ini ia pimpin.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam survei yang dilakukan pada 1-7 September 2024 menunjukkan elektabilitas pasangan Elly Lasut-Hanny Joost Pajouw berada di angka 53,3%.
Meskipun masih terbilang tinggi, angka ini merupakan penurunan yang signifikan dibandingkan survei LSI pada Maret dan April 2024, di mana elektabilitas E2L mencapai 59%. Dengan penurunan sebesar hampir 6%, muncul kekhawatiran bahwa popularitas E2L tidak lagi sekuat sebelumnya.
Penurunan tren ini tidak berhenti di sana. Hasil survei Poltracking Indonesia, yang dilakukan pada 15-21 September 2024, semakin mempertegas tren penurunan elektabilitas E2L. Berdasarkan survei ini, Elly Lasut hanya memperoleh angka elektabilitas sebesar 48,1%, lebih rendah dari hasil yang diperoleh pada survei LSI sebelumnya. Poltracking Indonesia mengambil sampel dari 800 responden dengan margin of error sebesar ±3.5 persen pada tingkat kepercayaan 95%.
Penurunan elektabilitas E2L semakin jelas terlihat dalam survei terbaru yang dirilis oleh Indonesian Politic Research pada Oktober 2024. Lembaga tersebut mencatat bahwa elektabilitas E2L kini berada pada angka 41,35%, menunjukkan penurunan yang terus berlanjut dan semakin memperlemah posisinya dalam bursa Pilkada Sulut 2024.
Banyak pihak mulai mempertanyakan penyebab penurunan elektabilitas Elly Engelbert Lasut. Salah satu Pemerhati Politik Sulut Dr Jhony Lengkong, menilai bahwa penurunan tersebut bisa dimaknai sebagai sinyal kesadaran masyarakat terhadap kepemimpinan E2L, terutama ketika mengacu pada kinerjanya sebagai Bupati Kepulauan Talaud hampir 15 tahun.
“Jika masyarakat tidak merasa senang, maka wajar jika elektabilitas E2L terus menurun. Itu berdampak terhadap tingkat kepuasan dan kesadaran masyarakat juga kecerdasan rakyat Sulut melihat bahwa, apakah Kabupaten Kepulauan Talaud yang dipimpin E2L tidak menunjukkan perubahan yang signifikan atau seperti apa,” ujar Lengkong.
Ia menambahkan bahwa kepemimpinan yang tidak memberikan perubahan nyata di daerah yang dipimpinnya menjadi cermin bagi masyarakat untuk menilai apakah seorang calon mampu membawa kemajuan di level yang lebih luas.
Lengkong juga menggarisbawahi bahwa penurunan elektabilitas sering kali merupakan refleksi dari kegagalan seorang pemimpin dalam memenuhi ekspektasi masyarakat. “Penurunan ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan seseorang dalam satu daerah tidak disukai masyarakat. Jika dalam lingkup kecil seperti Talaud saja kinerjanya dinilai tidak memuaskan, bagaimana masyarakat Sulut bisa mempercayakan provinsi," tambahnya.
Dengan penurunan elektabilitas yang begitu signifikan, tantangan besar kini menanti Elly Lasut dalam upayanya untuk merebut posisi Gubernur Sulut. Kompetitor lain, seperti Steven Kandouw dan Alfred Denny Tuejeh, juga ada Paslon Yulius Selvanus Komaling dan Victor Mailangkay yang elektabilitasnya justru terus meningkat, memberikan tekanan kuat bagi E2L untuk segera memperbaiki strategi kampanyenya jika ingin tetap kompetitif dalam Pilkada 2024.
Selain itu, semakin dekatnya waktu pemilihan juga mempersempit ruang gerak E2L untuk melakukan perbaikan citra. Dengan berkurangnya dukungan dari berbagai kalangan, terutama generasi muda dan kalangan pemilih rasional, E2L dihadapkan pada realitas bahwa popularitas semata tidak cukup untuk menjamin kemenangan dalam kontestasi politik. Ia harus menunjukkan kinerja nyata yang relevan dengan kebutuhan masyarakat Sulut jika ingin kembali mendapatkan kepercayaan pemilih.
Meskipun masih ada waktu sebelum hari pemilihan tiba, tren penurunan elektabilitas E2L ini menjadi peringatan keras bahwa kepemimpinan dan visi politiknya harus lebih jelas dan terukur. Jika tidak, penurunan ini bisa menjadi awal dari kekalahan yang lebih besar dalam Pilkada Sulut 2024. (*)
0 Komentar