Trump Terapkan Aturan Baru: Imigran Wajib Serahkan Akun Media Sosial untuk Green Card dan Kewarganegaraan AS

Sulut1news.com, Washington, D.C. – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan kontroversial terkait imigrasi. Dalam aturan terbaru, pemerintah AS akan meminta informasi akun media sosial bagi imigran yang mengajukan green card, kewarganegaraan, serta status suaka atau pengungsi. Kebijakan ini diumumkan oleh Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS (USCIS) dalam pemberitahuan yang dirilis Kamis (6/3) waktu setempat.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya Pemerintahan Trump untuk memperketat pengawasan terhadap imigran yang ingin masuk atau sudah berada di AS. Aturan ini sesuai dengan perintah eksekutif Trump yang bertajuk "Melindungi AS dari Teroris Asing dan Ancaman Keamanan Nasional serta Keselamatan Publik Lainnya".

Dengan adanya kebijakan ini, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) dan badan pemerintah terkait akan mengidentifikasi lebih jauh para pemohon imigrasi, termasuk dari Indonesia, guna menilai potensi risiko keamanan yang mereka bawa.

Meski aturan ini sudah diumumkan, publik masih memiliki kesempatan hingga 5 Mei untuk mengajukan komentar sebelum kebijakan ini diterapkan secara penuh.

Pro dan Kontra di Kalangan Pengamat

Kebijakan ini menuai beragam reaksi. Kathleen Bush-Joseph, analis di program imigrasi AS di Migration Policy Institute, menilai langkah ini sebagai upaya pemerintah untuk menyesuaikan sistem imigrasi dengan era digital.

"Salah satu cara melihat ini adalah bahwa ini merupakan upaya untuk mengejar modernitas," ujarnya kepada The Verge. Namun, ia juga mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini bisa menjadi bagian dari strategi Trump untuk membatasi imigrasi legal.

"Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah rencana pengawasan media sosial ini akan digunakan untuk menolak aplikasi green card, kewarganegaraan, atau status pengungsi," tambahnya.

Di sisi lain, kelompok pro-migran menilai kebijakan ini sebagai bentuk pengawasan berlebihan dan ancaman terhadap kebebasan individu. Beatriz Lopez, direktur eksekutif Catalyze/Citizens, mengecam aturan ini dan menyebutnya sebagai alat represif.

"Ini bukan kebijakan imigrasi, ini otoritarianisme dan pengawasan yang tidak demokratis," tegas Lopez.

Ia juga menuding bahwa Trump menggunakan dunia maya sebagai alat kontrol terhadap imigran.

"Trump mengubah ruang daring menjadi perangkap pengawasan, tempat para imigran dipaksa mengawasi setiap gerakan mereka dan menyensor ucapan mereka atau mempertaruhkan masa depan mereka di negara ini. Hari ini para imigran, besok warga negara AS yang tidak setuju dengan Trump dan pemerintahannya," pungkasnya.

Imbas Kebijakan bagi Imigran Indonesia

Kebijakan ini diperkirakan berdampak pada warga negara Indonesia yang sedang atau berencana mengajukan permohonan imigrasi ke AS. Selain potensi penolakan aplikasi jika ditemukan aktivitas media sosial yang dianggap mencurigakan, aturan ini juga meningkatkan kekhawatiran tentang privasi dan kebebasan berekspresi.

Bagi imigran Indonesia yang ingin mengajukan green card atau kewarganegaraan AS, disarankan untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial, termasuk dalam berpendapat secara terbuka mengenai isu-isu politik dan kebijakan pemerintah.

Dengan perdebatan yang terus berkembang, masih harus dilihat bagaimana implementasi kebijakan ini ke depannya dan sejauh mana dampaknya terhadap imigran, termasuk dari Indonesia.

Redaksi Sulut1News 

Posting Komentar

0 Komentar