Sulut1news.com, Washington, D.C. – Presiden Prancis Emmanuel Macron memberikan peringatan keras kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump agar tidak mengorbankan Ukraina dengan menyerahkannya kepada Rusia sebagai bagian dari upaya menjaga perdamaian di Eropa.
"Penting untuk menegaskan bahwa perdamaian ini tidak boleh berarti penyerahan Ukraina," tegas Macron dalam konferensi pers bersama Trump di Gedung Putih, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (25/2/25).
Pertemuan kedua pemimpin ini berlangsung dalam suasana yang penuh ketegangan, bertepatan dengan peringatan tiga tahun invasi Rusia ke Ukraina. Negara-negara Eropa, termasuk Prancis, semakin khawatir dengan pendekatan Trump terhadap Rusia, yang dinilai bisa melemahkan aliansi NATO dan membahayakan stabilitas kawasan.
Sejak era Perang Dingin tahun 1949, Rusia telah menjadi musuh utama negara-negara Barat, sehingga aliansi militer NATO dibentuk untuk menjaga keamanan Eropa dari ancaman Moskow. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, kebijakan Trump yang lebih lunak terhadap Rusia memicu kecemasan baru di kalangan pemimpin Eropa.
Pengiriman Pasukan Perdamaian ke Ukraina
Dalam pembicaraan di Gedung Putih, Macron dan Trump membahas masa depan Ukraina, termasuk kemungkinan pengiriman pasukan penjaga perdamaian Eropa ke negara tersebut.
Macron menegaskan bahwa Washington harus tetap mendukung kehadiran pasukan penjaga perdamaian di Ukraina, meskipun Trump menyampaikan berbagai alasan mengapa ia ingin memperkuat hubungan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Presiden Prancis itu juga mengungkapkan rencananya untuk bekerja sama dengan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dalam menyusun proposal pengiriman pasukan ke Ukraina.
"Setelah berbicara dengan Presiden Trump, saya sepenuhnya yakin bahwa ada jalan ke depan," ujar Macron dengan optimisme.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terus menyerukan agar perdamaian dapat dicapai tahun ini. Dalam pertemuan dengan para pemimpin Eropa di Kyiv, ia menekankan pentingnya dukungan keamanan kolektif dari Eropa dan AS untuk mengakhiri perang dengan Rusia.
Ukraina Dipercepat Bergabung dengan Uni Eropa
Selain keamanan, pembicaraan para pemimpin Eropa di Kyiv juga membahas percepatan proses aksesi Ukraina ke Uni Eropa. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengungkapkan bahwa proses keanggotaan Ukraina bisa lebih cepat dari yang diperkirakan.
"Saya sangat menghargai kemauan politik yang ada. Jika Ukraina terus melanjutkan reformasi dengan kecepatan dan kualitas seperti ini, mereka mungkin bisa bergabung sebelum 2030," katanya.
Presiden Dewan Eropa Antonio Costa menegaskan bahwa perluasan Uni Eropa akan berdampak besar pada stabilitas kawasan. Menurutnya, keanggotaan Ukraina bukan hanya masalah politik, tetapi juga jaminan keamanan bagi masa depan negara tersebut.
Zelenskyy memanfaatkan kesempatan ini untuk menegaskan tekadnya agar perang tidak berlarut-larut. Ia menegaskan bahwa Ukraina harus segera mendapatkan jaminan keamanan yang lebih kuat dari negara-negara Eropa dan AS.
"Jika Ukraina dapat bergabung dengan Uni Eropa dan NATO dalam waktu dekat, itu akan menjadi langkah besar untuk memastikan perdamaian dan keamanan di kawasan," kata Zelenskyy.
Sementara Eropa mendorong Ukraina untuk segera menjadi bagian dari blok mereka, langkah-langkah kebijakan Trump masih menjadi tanda tanya besar. Akankah AS tetap berada di sisi Ukraina, atau justru semakin mendekat ke Rusia?
Keputusan Trump dalam beberapa bulan ke depan akan sangat menentukan arah geopolitik global dan masa depan Ukraina.
Redaksi Sulut1news.com
0 Komentar